Minggu, 11 September 2011

Harapan

Semoga apa yang akan kumulai tidaklah terlambat
Semoga aku masih mampu menjalaninya dengan baik
Meski usia tak lagi muda, rasanya tak pantas berputus asa.
Semoga otakku masih mau diajak kompromi untuk diisi dengan berbagai ilmu

Semoga kemampuanku tidak tergerogoti oleh waktu
Doa dan dukungan orang-orang tercintaku penambah semangatku
Semoga ikhlas memberiku hasil terbaik

Bismilahirrahmanirrahiim....

Cirebon, 11 September 2011
11:10:35

Sepenggal awal kehidupan

Januari  1993
Ketika mengikuti Penataran Sumber Belajar  dan    Penguji Praktek alias SBPP

“Harus diserahkan kemana ya fotonya?” tanyaku pada panitia
“Oh, foto pendaftaran ya bu? Ke ruang panitia aja bu , ada panitianya nanti”, jawab panitia itu padaku..
“Terima kasih pak”
Ketemui seseorang di ruang panitia dan kuserahkan foto itu, dia terima tanpa kata2, dan saya pun berlalu begitu saja

“Diserahkan ke siapa tadi fotonya?” Tanya peserta lain kepadaku
“Itu…. Ke panitia di ruang panitia, Laki-laki yang rambutnya banyak ubannya tapi tampangnya sih  masih kelihatan muda,” jawabku. Sambil mengingat crri-ciri laki-laki tadi yang menerima foto pendaftaran.

Setahun kemudian….
Saat sedang istirahat dan berbincang dengan teman-temanku di ruang sekretariat, seorang bertanya,
“Bener gak sih mas Agus sudah putus sama dia? Gimana sih ceritanya?” Tanya dia ke bu Nining temanku
“Iya, katanya sih begitu…, katanya pacarnya dijodohin bapaknya dengan orang lain, sampai kabur juga..”
“ O.. yaa?”, tanya dia lagi.
Aku bener-bener  gak ngerti apa sih yang dibicarakan?
Merasa gak enak mendengarkan sesuatu yang tidak kita tahu apalagi orang itu juga gak kita kenal kupikir lebih baik aku menyingkir saja.
“Bu Ning, saya ke kelas dulu ya…” pamitku… tanpa perlu tahu kelanjutan obrolan mereka.

Seharian di laboratorium menghadapi  sekian banyak mahasiswa dengan berbagai permasalahan membuatku sedikit penat, Alhamdulillah suara azan memanggil, membuatku punya alasan untuk menyegarkan tubuh dan fikiranku dengan air wudhu.
Ketika aku keluar dari kamar mandi seusai berwudhu, kulihat seseorang sedang mencium tangan Bapak Direktur.Heran dan kagum aku melihat hal itu. Siapa ya laki-laki itu tanyaku dalam hati. Boleh juga nih, masih ada ya laki-laki sopan kayak gitu..
akh..kok dipikirin… sholat dulu… kata hatiku sambil lanjut ke dalam mushola.

Lima bulan kemudian…
Setiap hari kulalui kehidupanku dari pagi hingga sore hari dengan mengajar dan dilanjutkan  sore hari hingga malam hari dengan kuliah. Mengajar dan belajar di satu tempat sebagai upaya untuk  melanjutkan pendidikanku dan meningkatkan kualitas  dan kuantitas wawasanku.  Hingga suatu malam selesai aktivitas kuliah seorang teman dosen, bu Eni namanya bertanya,
“Wah bu, sudah malam nih, sudah waktunya pulang, pulang dengan siapa bu? “
“ Ya sendiri  bu, naik beca, seperti biasa” jawabku.
“Jangan, sudah malam, mending dianter aja ya?” katanya
“Lho, dianter siapa bu? Ibu ini ada-ada saja” kataku.
“ Sebentar, yuk .. ikut saya” katanya.
Lalu digandengnya tanganku dibawanya ke lobi, dan disana kulihat seorang laki-laki yang kulihat dulu mencium tangan bapak Direktur. 
“Mas… bisa anter  ibu Yati gak ? Sudah malam soalnya” kata bu Eni pada laki-laki itu…
“Bisa bu…” katanya

“Lho..bu, saya pulang sendiri gak papa kok, gak enak ngrepotin si Mas, “ kataku dengan gak enak hati.
“Ini, mas Agus, bu. Mas.. Ini.. bu yati, dosen disini” bu Eni malah mengenalkan kami.
“Gak papa Bu, saya juga kebetulan mau pulang, mari saya antarkan pulang” kata mas Agus kepadaku.
“Wah.. terima kasih ya… sebenarnya saya sudah biasa kok pulang naik beca, “ kataku tetep gak enak hati sambil menimbang-nimbang, terima ajakannya gak ya?
“Gak papa kok bu, mas Agus ini orang sini juga kok, tadinya kuliah dan mengajar di sini juga, terus pindah ke Serang. Sekarang balik ke Cirebon lagi..,” jelas Bu Eni kepadaku.
Mendengar penjelasan bu Eni dan kesan baik yang kutangkap dulu, akhirnya kutrima tawarannya.
Tawaran yang  akhirnya diberikan mas Agus setiap hari dan herannya setiap hari kuterima juga….hehehe

Akhirnya obrolan berpanjang-panjang    menghiasi  pertemuan kami.Setiap hari akhirnya bertemu,  kami bisa ngobrol panjang lebar mengenai apapun, tak pernah kehabisan kata-kata, bicara mengenai pekerjaan, tentang minat dan kegiatan kami, tentang politik dan macam-macam. Semua itu menjadikan kami saling mengenal pribadi kami masing-masing.

Suatu hari dia berkata “Nona, mau gak jadi istri saya. Saat ini saya hanya ingin mencari seorang istri untuk mendampingi hidup saya, seseorang yang saya cintai, dan bukan sekedar mencari  pacar”
Waw…. Dag dig dug ser dong mendengar kata-katanya. Bener gak sih? Apakah dia laki-laki yang tepat untukku.Tapi kalau mendengar informasi tentang dia dari teman-temanku,  cara dia ngobrol , rasanya cukuplah alasanku menerima dia… apalagi baru kali ini hanya dia satu-satunya yang mengungkapkan perasaannya secara langsung tidak seperti  beberapa orang sebelumnya yang hanya berani mengatakannya dalam bentuk surat.  Dan juga  karena kehadirannya yang bisa diterima keluargaku saat dia mengantarku pulang, tanpa protes adik-adikku seperti  protes  dan kerewelan mereka ketika beberapa teman laki-laki datang ke rumahku, juga penerimaan papi atas kehadirannya satu hal yang berbeda karena biasanya papi sangat ketat memproteksiku untuk hal yang satu ini...ataukah karena  perasaanku yang nyaman ketika ngobrol dengan dia… yang membuatku menerima ungkapan perasaannya…. Wow!!  rasanya berbunga-bunga saat itu…..

Suatu hari, kutemukan sebuah disket di ruang kerja mas Agus dengan label nama adikku, Ani Nurlaila Zamzam,
“Lho…. A, kok disket Nona ada disini? Disket ini kan sudah hilang lebih dari setahun yang lalu?, sudah dicari-cari gak ketemu, kok bisa ada sama Aa sih?" tanyaku.
“Lho emang itu punya Nona?” tanyanya
“Lha.. iya ini tertulis nama Ela, adik Nona, tuh kan namanya juga Zamzam, dulu waktu SBPP pernah dipinjem panitia..terus gak tahu kemana, waktu ditanya katanya sudah dikembalikan tapi Nona gak merasa menerima, malah ada di sini?”
“Ya memang ada disini, Aa dapat waktu SBPP dulu , gak ada yang ngaku ya… udah disimpan aja di bawa kesini…”
“Lucu sih A…, kok disketnya dulu yang dibawa baru orangnya?” kata ku merasa takjub dan heran
”Yah itulah…, namanya Jodoh… “ kata Mas Agus sambil senyum-senyum, jodoh yang Allah pilihkan untukku yang menjadi suamiku pada bulan Mei 1996.

Jodoh seperti halnya mati, hanya Allah yang tahu… yang dengan caranya yang indah yang mempersatukan dua orang  yang sebelumnya tidak saling mengenal… bisa saling memberi dan melengkapi…  ternyata laki-laki yang rambutnya sebagian besar sudah beruban walaupun hanya berbeda satu tahun denganku, laki-laki yang telah membuatku terkesan saat mencium tangan bapak Direktur, dan laki-laki yang dibicarakan dua orang temanku yang baru putus dari pacarnya adalah juga laki-laki yang Allah siapkan untuk menjadi jodohku… laki-laki yang akhirnya menjadi  ayah dari dua orang anak lelakiku, semoga dia akan selalu menjadi imam dalam keluargaku, membimbingku dan anak-anakku dalam jalan Islam, yang bertanggung jawab mencukupi kehidupanku dan pendidikan anak-anakku…yang dapat menerima segala kekuranganku... yang membawa kami dalam kebahagiaan untuk mewujudkan impian setiap keluarga menjadi keluarga yang sakinah ma waddah wa rohmah … Semoga Allah senantiasa  menjaga hati kami saat segala cobaan dan rintangan mewarnai kehidupan dan perjalanan cinta kami semua itu dikarenakan cinta kami kepada-Mu ya Allah amiin… yaa rabbal alamiin...

The Count of monte Cristo by Alexandre Dumas



The Count of monte Cristo
 by Alexandre Dumas

Edmond Dantes, seorang kelasi pertama, masih muda, jujur dan rajin bekerja. Karena kecakapannya bekerja dia dipromosikan menggantikan posisi sang kapten memimpin kapal Pharaon setelah kapten kapal Pharaon sakit dan meninggal. Setelah melaksanakan wasiat terakhir sang kapten, Edmond Dantes membawa kapalnya kembali ke Marsailles kepada pemilik kapal Pharaon, Monsieur Morrel. Tuan Morrel sangat menyukai Dantes sama seperti para awak kapal lainnya dan karena kapten kapal tersebut sudah meninggal Tuan Morrel bermaksud menjadikan Dantes sebagai kapten kapalnya. Dantes merasa sangat beruntung, diusianya yang masih muda dia memperolah promosi yang baik, dan dia juga mempunyai seorang kekasih, Mercedes, gadis cantik yang sangat dicintainya. Dantes merasa dirinya sangat diberkati dengan keberuntungan luar biasa, dan merencanakan menikahi Mercedes lebih cepat karena dia harus segera menuju Paris, mengantarkan supucuk surat dari penguasa pulau Elba.

Kebahagiaan yang Dantes rasakan menyebabkannya  tidak bisa merasakan aroma iri hati dan dengki dari seorang teman dan seorang laki-laki lain yang mencintai Mercedes. Danglars adalah bendahara Pharaon yang pernah diajaknya berduel dan masih menyimpan dendam kepadanya. Dan Fernan, seorang  nelayan teman Mercedes yang juga menginginkan Mercedes menjadi miliknya. Penyakit  iri hati dalam dada dua orang ini semakin berkobar ketika  seorang  tetangga bernama Caderousse yang licik dan pandai memanfaatkan situasi memanas-manasi mereka untuk mengalahkan Edmon Dantes.

Danglars mengetahui bahwa Dantes membawa sepucuk surat dari penguasa pulau Elba, Napoleon Bonaparte, sang kaisar yang terbuang untuk diserahkan pada seseorang di Paris, dan surat itu membangkitkan ide busuk dalam kepala dan hati Danglars. Bersama Fernand dan Caderousse dia menyusun siasat menjebak Dantes pada saat hari pertunangannya dengan Mercedes.

Di hari yang cerah pesta pertunangan mulai dipersiapkan, semua awak kapal Pharaon, beberapa serdadu teman Dantes dan bahkan majikan Dantes,Morrel akan datang. Hati Dantes dan Mercedes penuh dengan suka cita  menyongsong kebahagiaan yang akan menjelang, karena Dantes berencana akan menikahi  kekasihnya segera setelah pertunangan.  Sayang sungguh sayang disaat kebahagiaan menanti mereka datanglah Komisaris polisi masuk dan menahan Dantes tanpa menjelaskan kesalahan Dantes, hingga membuyarkan acara pertunangan bahkan mengancam rencana pernikahannya.

buSejak saat itulah kemalangan seolah tak pernah lepas dari Dantes, usahanya membela diri dan menjelaskan keadaan sebenarnya kepada penuntut umum, Monsieur Villefort justru membawanya ke penjara Chateau d’If, penjara bagi para narapidana politik yang berbahaya. Dunia seolah runtuh bagi Dantes  bahkan ketika keiinginannya untuk mengirimkan kabar bagi ayah dan kekasihnya justru melemparkannya ke sel bawah tanah penjara yang mengerikan bersama seorang gila yang pernah dilemparkan kesana oleh para sipir penjara.

Dantes  memulai penderitaannya dengan rasa tidak bersalah yang menghadirkan kesombongan bahwa kesalapahaman akan diakhiri. Hari berganti hingga kesombongannya hancur hingga dia mulai memohon kepada para penjaga, dia menginginkan perubahan hingga dimintanya berganti sel, dimintanya buku-buku tapi semua keiinginannya tak pernah dikabulkan hingga akhirnya dia mulai mengingat Tuhan dan doa-doa yang dulu tak bermakna baginya  dipanjatkan sepenuhnya .Kebekuan dan keterasingan akhirnya menghadirkan kemarahan, dia mengutuk orang-orang yang telah menyebabkannya menderita agar mendapat siksa berat. Hingga kemarahannya mengirimkannya pada keiinginan untuk mendatangkan kematian agar segala penderitaannya lenyap .

Dalam upayanya untuk bunuh diri dia justru bertemu satu-satunya narapidana bawah tanah selain dirinya dalam terowongan di bawah selnya, narapidana yang dikatakan gila, Abbe Faria. Seorang pastor yang membuka misteri hingga dia tahu tuduhan yang menyebabkannya di penjara, seorang narapidana yang pintar yang mengajarkannya banyak hal, memberinya pelajaran berbagai ragam bahasa, memberinya berbagai ilmu pengetahuan yang tidak didapatkan Dantes sebelumnya, mengajarkan rasa percaya bahwa dunia belum berakhir dan mengajarkannya bermimpi untuk mencapai impian terbaiknya. Bersama Abbe Faria, Dantes merasakan kembali  semangat hidupnya, berdua mereka merencanakan pelarian yang dapat membebaskannya kembali kedunia mereka.  Sayang sekali, karena penyakitnya Abbe Faria meninggal dan meninggalkan warisan besar untuk Dantes, kematiannya memberikan Dante ide  untuk bebas.

Mulailah Dantes dengan misinya bertindak membalas,  dengan kekayaan yang diperolehnya dari pulau Monte Cristo. Ditinggalkannya nama Edmond Dantes dan dimulailah petualangannya sebagai the Count of Monte Cristo , membalas kebaikan dengan kebaikan, membalas kejahatan dengan kejahatan. Dia balas kebaikan hati Monsier Morrel dan mengembalikan harga diri dan perusahaan Morrel  yang di jurang kebangkrutan.

Count of Monte Cristo  mulai merencanakan pembalasan berikutnya terhadap Caderousse, Fernand, Villavort dan Danglars. Dia mencari kelemahan masing-masing musuhnya. Dia hancurkan mereka satu persatu dengan alat yang menjadi kebanggaan mereka.  Caderousse dihancurkan sebagai seorang pencuri  yang tamak dan berakhir dengan kematian. Dia hancurkan kesombongan Fernand dengan kebohongan dan kejahatan Fernand dihadapan publik Paris  hingga Fernand mati bunuh diri dalam kesendirian ditinggal istri dan anaknya.

Sang Count mengatur  rapi kejatuhan Villefort dengan ide gila yang ditanamkan dalam benak istri sang penuntut umum, hingga dia mengalami semua siksaan tak terbayangkan dalam dirinya. Karena akal licik Villefortlah Dantes muda mengalami semua siksaan dalam penjara.

Terakhir adalah Danglars dihancurkan dengan keserakahan yang dimilikinya dan menghadiahinya rasa kelaparan yang dulu dirasakan ayahanda Dantes, Danglars merasakan kematian dalam kemiskinan dan kelaparan.

Semua rencana Dantes dipersiapkan sedemikian cermat, sampai sedetail-detailnya, dia mempelajari kehidupan semua musuhnya dan merencanakan pembalasan yang mengerikan. Edmond Dantes yang  baik, ramah dan berhati lembut telah menjelma menjadi  Count of monte Cristo yang dingin, kejam dan tak berperasaan.

Hanya satu yang dapat melembutkan hatinya, cinta seorang ibu kepada anaknya dan cinta sepasang kekasih yang tak dapat dipisahkan. Cinta wanita yang pernah dicintainya kepada sang anak telah melembutkan hatinya untuk tetap berakal sehat bahwa seorang anak tidak berhak menerima kesalahan dari orangtuanya. Kesalahan dalam perhitungannya membalas dendam kepada Villefort hampir saja memisahkan jalinan cinta antara dua orang yang saling mencintai, Maxmillien putra dari Morrel yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri  dengan Valentine putri  dari Villefort. Rasa kasihnya kepada Maxmillien menggugah hatinya untuk tidak memberikan rasa siksa yang dulu diterimanya karena dipisahkan dari orang yang dicintai menyebabkan Count harus menyelamatkan hidup Valentine dan mengembalikannya kepada Maxmillien.

Kematian Edouard putra Villefort menyadarkan  Dantes bahwa dia telah bertindak terlalu jauh, dia bertindak seolah Tuhan yang dapat menghukum semua orang yang telah menyebabkan dia kehilangan semua yang dicintainya. Kesadaran yang pada akhirnya mendatangkan kembali jiwa Edmond Dantes yang hangat dan menghantarkannya pada kebahagiaan.

Kesan :

Rasa penasaran terhadap cerita ini bermula dari pernyataan kakakku bahwa Monte Cristo adalah  yang bagus yang tidak akan dia lupakan, keiinginannya untuk memiliki buku ini membuatku harus meminta bantuan teman-teman di GRI, Qui dan Roos, waktu itu kira-kira satu tahun yang lalu aku bener-bener minta tolong mencarikan buku ini, thanks buat Qui dan Roos yang sudah berusaha nyari dan bantu walaupun saat itu belum berhasil.  Maka ketika  tahu buku ini dicetak ulang penerbit Bentang, wuih  seneng banget dan langsung memberitahu kakak. Menurut kakakku terjemahannya lebih bagus buku yang dulu dia baca. Beberapa bagian yang dulu dia sukai menurutnya berbeda dan kurang greget, tapi  dia gak cerita di bagian yang mana. Aku sendiri belum merasakan perbedaannya karena dulu belum pernah baca bukunya. Walaupun memang  untuk beberapa kalimat tidak langsung yang digunakan dalam menceritakan kembali pengalaman tokoh-tokohnya terasa kurang pas, tapi kalau kalimat langsung dalam percakapan tokoh-tokohnya cukup menggambarkan karakter mereka dan suasana yang terjadi. Dan saya sendiri rasanya kurang begitu familier dengan istilah pramugara yang dipakai sebagai sebutan buat pelayannya. Tapi lepas dari semua itu, keasyikan cerita ini membuat saya tidak ingin berhenti membaca, kalau tidak ingat harus menyelesaikan pekerjaan, tugas-tugas ibu rumah tangga, maulah rasanya terus baca hingga selesai dalam satu hari. Adegan pertemuan pertama kali Edmond Dantes dan Mercedes sempat mempengaruhi untuk terbawa tegang, karena hanya mercedeslah satu-satunya yang mengenali siapa sebenarnya Count of Monte Cristo hanya dari suaranya. Karena bagi Mercedes, Edmond Dantes  adalah satu-satunya laki-laki yang dia cintai, selama-lamanya.