Sabtu, 19 April 2014

DAMPAK TEKNOLOGI KONVERSI BATUBARA TERHADAP LINGKUNGAN STUDI KASUS PADA PEMBANGUNAN PLTU CIREBON


DAMPAK TEKNOLOGI KONVERSI BATUBARA
TERHADAP LINGKUNGAN
STUDI KASUS PADA PEMBANGUNAN PLTU CIREBON

1.      Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan dengan 13.000 pulau  lebih yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Indonesia juga kaya dengan potensi sumber daya manusia. Pada tahun 2007 jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari 220 juta orang dan terus bertumbuh. Tetapi masih cukup banyak penduduk Indonesia yang belum bisa menikmati listrik. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya kapasitas pembangkit listrik yang tersedia dan masih banyak daerah di Indonesia yang belum terjangkau distribusi listrik karena hambatan geografis. Sejak beberapa tahun terakhir keterbatasan pasokan tenaga listrik telah mencapai keadaan yang mempengaruhi tingkat keandalan tenaga listrik yang didistribusikan kepada pelanggan dan bahkan harus diambil langkah drastis seperti pemadaman listrik bergilir karena adanya defisit pasokan.
Untuk memenuhi kebutuhan kapasitas daya listrik nasional, pemerintah melakukan berbagai upaya. Salah satu program yang sedang dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan kapasitas sistem ketenagalistrikan nasional adalah dengan membangun 10.000 MW pembangkit listrik berbahan batubara. Program pembangungan 10.000 MW pembangkit listrik tenaga uap ini didasarkan atas Peraturan Presiden RI No. 71 tahun 2006. Program ini memiliki tujuan untuk memenuhi defisit pasokan energi pada saat sekarang ini dan mengantisipasi pertumbuhan permintaan energi dalam beberapa tahun kedepan.  Program ini juga untuk menunjang peningkatan diversifikasi  energi  dalam pembangkitan energi listrik.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar batubara dijadikan pilihan dibandingkan pembangkit listrik tenaga lain, karena faktor sumber daya alam berupa batubara tersedia cukup besar di Indonesia sehingga masih mencukupi kebutuhan nasional hingga 60 sampai 70 tahun kedepan. PLTU juga merupakan sistem pembangkit listrik yang paling efisien dan murah dibandingkan PLTN atau PLTD.
Pembangunan PLTU di desa Kanci Kulon kecamatan Astanajapura yang berkapasitas 660 MW (megawatt)  merupakan upaya untuk menghadapi ancaman krisis listrik yang akan dialami Pulau Jawa – Bali. PLTU Cirebon juga akan memperkuat pasokan listrik sistem Jawa Bali sekaligus mengurangi porsi pemakaian BBM. Bagi Cirebon sendiri dengan adanya PLTU ini maka Cirebon akan memiliki cadangan listrik yang akan dapat memenuhi kebutuhan pasokan listrik di wilayahnya.
Pemilihan Cirebon sebagai lokasi dibangunnya PLTU sangat dipengaruhi oleh letak Cirebon yang strategis dalam kaitannya dengan jalur pasokan listrik Jawa – Bali dan letaknya yang tidak terlalu jauh dari sumber daya alam batubara yang didatangkan dari Kalimantan dan Sumatera, juga karena Cirebon telah memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang dapat dijadikan sebagai  gardu atau transit dari pasokan listrik yang dihasilkan PLTU sebelum dilanjutkan dan disebarkan ke semua jalur pasokan listrik di Jawa – Bali.
Konsekuensi dari sebuah pembangunan dalam hal ini pembangunan PLTU yang menggunakan teknologi konversi batubara akan dapat membawa dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun negatif. Dampak tersebut mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan dan  lingkungan.  Pengaruh negatif struktur sosial masyarakat di sekitar pembangunan PLTU yang mungkin bisa terjadi adalah perilaku atau kebiasaan masyarakat menjadi lebih konsumtif dan ketidak harmonisan atau konflik sosial antar warga. Hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah dampak negatif terhadap kualitas lingkungan.
Strategi yang tepat dapat diupayakan untuk mengantisipasi dan menanggulangi  dampak negatif yang terjadi. Pengembangan dan perbaikan sistem serta teknologi penanggulangan dampak negatif telah telah diupayakan misalnya teknologi pengelolaan polusi dan gas buang. Penyusunan rencana pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan serta kontrol yang kuat dari seluruh steakholder (perusahaan, pemerintah dan seluruh masyarakat) sangat diperlukan untuk  mengendalikan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktifitas PLTU tersebut. Dengan pengelolaan yang baik maka diharapkan kehadiran usaha dan pembangunan dari suatu industri yang menggunakan suatu teknologi tertentu  memiliki daya guna dan manfaat yang tinggi bagi semua makhluk hidup, baik manusia, flora, fauna, air, tanah dan ekositem lainnya.
Dengan mengetahui keterkaitan antara penggunaan teknologi konversi batubara dalam pembangunan PLTU yang bertujuan meningkatkan pasokan energi yang berskala nasional dan dampaknya pada lingkungan maka penulis memilih judul “Dampak Teknologi Konversi Batubara terhadap Lingkungan Studi Kasus pada Pembangunan PLTU Cirebon”

2.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana dampak teknologi konversi batubara pada pembangunan PLTU Cirebon terhadap aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat di Kabupaten Cirebon?
2.      Bagaimana dampak teknologi konversi batubara pada pembangunan PLTU Cirebon terhadap kualitas lingkungan di Kabupaten Cirebon ?
3.      Bagaimana strategi yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak teknologi konversi batubara pada pembangunan PLTU Cirebon ?
         Manfaat dari penulisan esai ini adalah penulis berharap :
1.      Menemukan kondisi riil sosial, ekonomi masyarakat sekitar pembangunan PLTU dan kerusakan kondisi lingkungan yang disebabkan oleh aktifitas pembangunan PLTU .
2.      Adanya strategi penanggulangan dampak sosial, ekonomi dan kondisi lingkungan akibat pembangunan PLTU.

3.  Pembahasan

3.1. Teknologi Konversi Batubara

Teknologi pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik telah berkembang cukup lama dan bahkan merupakan salah satu teknologi pembangkitan listrik yang pertama setelah PLTA. Dalam kurun waktu yang panjang tersebut telah berhasil dikembangkan berbagai sistem dan teknologi konversi. Secara sederhana prinsip kerja sebuah pembangkit listrik tenaga uap batubara dapat dijelaskan sebagai berikut : batubara disulut dan dibakar dalam sebuah ruang bakar untuk mendidihkan air dalam ketel uap. Uap bertekanan ini kemudian dialirkan menuju turbin yang akan merubah energi thermokimia ini menjadi energi kinetik rotasi. Turbin uap ini terhubung dengan generator listrik sehingga saat turbin berputar generator akan bekerja dan menghasilkan energi listrik.
Tabel Sistem konversi batubara menjadi listrik
Teknologi
Prinsip
Pulverized  Fuel(PF)
Batubara ditumbuk halus kemudian dimasukan ke dalam  ruang bakar. Panas yang dihasilkan digunakan untuk memanaskan air sehingga berubah menjadi uap
Fluidized Bed  Combustion  (FBC)
Di samping batubara kualitas baik, juga bisa menggunakan  bahan bakar kualitas rendah  seperti low grade coal, biomass, ban bekas, dan lain-lain.
Integrated Gas Combined  Cycle  (IGCC)
Sistem dengan dua turbin: turbin gas dan turbin uap. Ekspansi gas dalam turbin gas dan kemudian digunakan untuk memananskan ketel uap untuk memutar turbin uap. Efisiensi tinggi dan kualitas bahan bakar beragam.

Hasil utama dari pembakaran batubara adalah energi thermokimia yang dikonversi menjadi energi listrik. Disamping itu, proses ini juga menghasilkan  materi yang bisa berdampak negatif terhadap lingkungan.




3.2.    Dampak Teknologi Konversi Batubara pada pembangunan PLTU Cirebon terhadap aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat

Pembangunan PLTU di Cirebon  membawa dampak positif maupun dampak negatif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.

a. Dampak positif
1.      Mengangkat citra Kabupaten Cirebon, khususnya di kalangan investor sehingga mereka tidak ragu untuk menanamkan investasi di Kabupaten Cirebon. Dengan masuknya investasi tersebut akan berimbas pada naiknya pendapatan daerah Kabupaten Cirebon itu sendiri.
2.      Memberikan peluang kerja karena dapat menyerap tenaga kerja dari berbagai tingkatan, baik dari masyarakat sekitar proyek maupun dari luar wilayah Cirebon. 
3.      Memberikan peluang usaha, dengan banyaknya warga masyarakat yang bekerja di proyek PLTU secara tidak langsung dapat meningkatkan roda perekonomian, yaitu masyarakat warga sekitar dapat membangun perumahan yang bisa disewakan dan dikontrakkan ke pekerja-pekerja dari luar kota, yang secara langsung berpengaruh pada pendapatan para pedagang di sekitar PLTU.
4.      Memberikan jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan listrik yang memuaskan  karena Cirebon memiliki cadangan pasokan listrik yang dihasilkan dari PLTU yang ada di wilayahnya.

b. Dampak Negatif
1.    Hilangnya mata pencaharian masyarakat yang menggantungkan kehidupannya sebagai nelayan baik nelayan penangkap ikan maupun nelayan yang melakukan budidaya kerang kerang hijau serta warga  pembuat terasi dan  petani garam. Proses pengurugan tanah untuk pembangunan PLTU di sepanjang pesisir Astanajapura  Cirebon telah  menyebabkan air laut menjadi keruh dan menghitam akibat buangan lumpur dan limbah. Dengan air laut yang telah tercemar maka kerang hijau, ikan maupun udang rebon menjadi mati atau tidak bisa lagi hidup di lokasi tersebut. Demikian pula bagi para petani garam, yang tidak lagi bisa mendapatkan hasil yang optimal karena air laut yang tercemar.
2.    Dengan hilangnya mata pencaharian, menyebabkan banyaknya anak-anak usia sekolah yang kehilangan kesempatan untuk bersekolah karena sekolah menjadi sesuatu beban yang mahal. Hal ini disebabkan orang tua mereka kehilangan penghasilan.
3.    Makin besarnya kemungkinan resiko pemukiman warga menjadi banjir karena pengurugan tanah untuk pembangunan PLTU menutup sebagaian bersar air sungai dari darat sehingga bila hujan dan pasang laut, pemukiman mereka bisa menjadi banjir.
4.    Timbulnya ketegangan sosial antara masyarakat yang menolak dan yang mendukung pembangunan PLTU. Salah satu sebab terjadinya perbedaan pendapat diantara warga adalah masalah pembebasan tanah. Pemberian ganti rugi tanah dilakukan beberapa tahap dengan harga yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan kecemburuan dan ketegangan. Ketegangan antar warga masyarakat ini bisa memicu timbulnya bentrokan yang pada akhirnya hanya akan merugikan masyarakat itu sendiri.

3.3. Dampak Teknologi Konversi Batubara pada pembangunan PLTU Cirebon terhadap lingkungan

Proses teknologi konversi batubara (coal) pada PLTU  menghasilkan polutan dan gas buang dengan komposisi yang paling banyak di antara minyak bumi, gas, batubara. Polutan dan gas buang yang dihasilkan dari  proses pembakaran batubara ini memiliki dampak negatif terhadap manusia, lingkungan lokal, dan  bahkan lingkungan global.
Berikut adalah  dampak negatif dari teknologi konversi batubara pada proses PLTU :
1. Hujan Asam
Hujan asam terutama terjadi diakibatkan karena tingginya gas sulphur oksida dan nitrogen oksida (Peavy,et al,1985).Gas SOx dan NOx akan bereaksi  dengan uap air yang terdapat dalam atmosfer dan mengalami oksidasi. Oksidasi gas SOx akan menghasilkan H2S, HSO3- dan H2SO4 yang bersifat asam kuat, sedangkan oksidasi gas NOx akan menghasilkan asam nitrat (HNO3). Pengaruh hujan asam adalah asidifikasi (pengasaman) yang mengakibatkan : Terganggunya kesetimbangan ion pada banyak organisme akuatik, sehingga akan menyebabkan kematian organisme akuatik; Meningkatkan kadar logam, karena pengasaman akan melarutkan banyak logam di perairan, misalnya merkuri dan aluminium; Menjadikan terganggunya siklus nutrient ; Mengganggu proses dekomposisi, karena akan mengubah komposisi mikroba ; Mengakibatkan penurunan alga yang hidup di perairan; merusak bangunan karena mengakibatkan pengkaratan, dan lain-lain.
2. Green House Effect
CO2 yang dihasilkan dari PLTU dapat menyebabkan efek rumah kaca, karena kumpulan gas tersebut akan menyelubungi permukaan bumi. Oleh karena itu, cahaya matahari yang masuk ke bumi tidak dapat lagi dipantulkan ke angkasa, sebab terperangkap di dalam bumi.
3. Penyakit pada Manusia
PLTU menghasilkan berbagai limbah partikulat dan debu,seperti fly ash, debu silikat, oksida besi, dan lain sebagainya. Limbah tersebut dapat menyebabkan gangguan dan penyakit pernapasan pada manusia, contohnya adalah Pneumoconiosis, atau penyakit pengerasan paru-paru, sehingga tidak dapat mengembang dan mengempis secara normal. Selain itu, limbah radioaktif dari PLTU juga dapat mengganggu organ tubuh manusia, karena umumnya bersifat karsinogen.
4. Kerusakan Biota
Logam-logam berat seperti Pb, Hg, Ar, Ni, Se juga dihasilkan oleh PLTU. Logam berat ini apabila terakumulasi di perairan dapat menyebabkan kematian organisma, terutama bila logam tersebut tersuspensi dalam air limbah yang dibuang oleh PLTU dan kemudian menuju laut, maka akan mencemari biota di laut lebih luas lagi.



3.4.    Strategi yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak teknologi konversi batubara pada pembangunan PLTU Cirebon
Pengelolaan lingkungan di PLTU harus bersifat komprehensif dan melakukan pengendalian pada seluruh aspek. Berikut adalah beberapa teknologi atau strategi yang dapat digunakan dalam pengelolaan polusi dan gas buang ditinjau dari karakteristik limbah yang dikeluarkan, antara lain :

1. Pengelolaan Limbah Padat dan Gas
a. Sistim pembakaran batu bara bersih Pembakaran Lapisan Mengambang /Fluidized Bed Combustion (FBC) .
Prinsip kerja PLTU adalah batu bara yang akan digunakan/dipakai dibakar di dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh laju pembakaran yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh pembentukan NOx yang rendah. Bila suhu pembakaran pada Bioler biasa adalah sekitar 1400 – 1500, maka dengan menggunakan FBC, suhu pembakaran berkisar antara 850 – 900 saja sehingga kadar thermal NOx yang timbul dapat ditekan. Proses pembakaran suhunya lebih rendah sehingga NOx yang dihasilkan kadarnya menjadi rendah, dengan demikian sistim pembakaran ini bisa mengurangi polutan. Bila ke dalam tungku boiler dimasukkan kapur (Ca) dan dari dasar tungku yang bersuhu 750 – 950oC dimasukkan udara, akibatnya terbentuk lapisan mengambang yang membakar. Pada lapisan itu terjadi reaksi kimia yang menyebabkan sulfur terikat dengan kapur sehingga dihasilkan CaSO4 yang berupa debu sehingga mudah jatuh bersama abu sisa pembakaran. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengurangan emisi sampai 98% dan abu CaSO4-nya bisa dimanfaatkan. Keuntungan sistim pembakaran ini adalah bisa menggunakan batu bara bermutu rendah dengan kadar belerang yang tinggi, dan banyak ditemukan di Indonesia.
b. Electrostatic Precipitator
Electrostatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap debu dengan effisiensi tinggi (mencapai diatas 90%) dan rentang partikel yang didapat cukup besar. Dengan menggunakan electrostatic precipitator (ESP) ini, jumlah limbah debu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16 % (efektifitas penangkapan debu mencapai 99,84%). Alat ini sudah digunakan di PLTU di Indonesia. Cara kerja dari electrostatic precipitator (ESP) adalah (1) melewatkan gas buang (flue gas) melalui suatu medan listrik yang terbentuk antara discharge electrode dengan collector plate, flue gas yang mengandung butiran debu pada awalnya bermuatan netral dan pada saat melewati medan listrik, partikel debu tersebut akan terionisasi sehingga partikel debu tersebut menjadi bermuatan negative. (2) Partikel debu yang sekarang bermuatan negatif (-) kemudian menempel pada pelat-pelat pengumpul (collector plate). Kemudian debu yang dikumpulkan di collector plate dipindahkan kembali secara periodik dari collector plate melalui suatu getaran (rapping). Debu ini kemudian jatuh ke bak penampung (ash hopper).
c.    FGD (Flue Gas Desulfurization)
FGD adalah alat yang berguna untuk menghilangkan/mereduksi Sulfur Dioksida (SO2) dari flue gas (gas buang) hasil pembakaran batubara PLTU. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam. Gipsum tersebut dapat digunakan untuk bahan bangunan.
d.    Reuse and Recycle Material
Contoh limbah padat yang dihasilkan dari PLTU batu bara adalah fly bottom ash yang masih mengandung fixed carbon, sehingga apabila tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan gas metana. Partikulat ini dapat di recycle untuk industri semen sebagai pengganti batuan trass yang bersifat pozzolanic untuk pembuatan semen tahan asam (PPC).
2. Pengelolaan Limbah Cair
Limbah cair keluaran dari PLTU berasal dari beberapa tempat antara lain air sisa boiler (Boiler Blowdown), air sublimasi dari FGD (FGD Blowdown), air limpasan hujan di kolam abu (Ash Run Off) dan air limpasan hujan di penampungan batu bara (Coal Run Off). Air yang masih mengandung material berbahaya diolah dalam beberapa proses antara lain, netralisasi dan sedimentasi.
Tahapan proses yang terjadi adalah :
·         Netralisasi yaitu proses penyesuaian pH air limbah. pH air limbah harus disesuaikan dengan kondisi ideal ekosistem biota laut yakni antara 6-9. Air limbah dengan kadar pH yang masih berbahaya dicampurkan dengan senyawa lain agar menjadi lebih ramah lingkungan.
·         Flokulasi / Sedimentasi yaitu proses penggumpalan bahan-bahan terlarut sehingga mudah untuk diendapkan.Setelah mengendap, endapan tersebut dipadatkan. Padatan itu kemudian ditempatkan di Kolam Abu. Kolam Abu ini dilapisi oleh plastik dengan tingkat kekedapan air yang amat tinggi sehingga menutup kemungkinan limbah berbahaya di atasnya dapat terserap ke dalam tanah. Semua proses tersebut mengubah material berbahaya menjadi material yang bersahabat dengan lingkungan.

4.  Kesimpulan
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Cirebon merupakan suatu bagian dari rencana  percepatan pembangunan 10.000 MW pembangkit listrik tenaga uap yang memiliki tujuan untuk memenuhi defisit pasokan energi dan mengantisipasi pertumbuhan permintaan energi dalam beberapa tahun kedepan serta untuk menunjang peningkatan diversifikasi energi dalam pembangkitan energi listrik.
Pemanfaatan batubara sebagai sebuah solusi jangka pendek atau menengah harus segera diikuti dengan penyusunan strategi penyediaan energi listrik jangka panjang. Cadangan sumber daya alam fosil nasional dalam jangka panjang ketersediaannya sangat terbatas. Sehingga solusi penyediaan tenaga listrik jangka panjang perlu dipikirkan secara lebih serius untuk menjaga kelanjutan pembangunan nasional khususnya energi listrik yang bersih, handal, mencukupi dan berkelanjutan.

Pemanfaatan teknologi konversi batubara dalam upaya memenuhi kebutuhan energi listrik masih bisa dilakukan namun seyogyanya juga mengadopsi teknologi pengelolaan gas buang dan polutan sehingga dapat mengurangi dampak negatif bagi lingkungan sosial, ekonomi maupun lingkungan alam sehingga tujuan pembangunan PLTU tersebut mempunyai nilai manfaat yang lebih besar. Dengan kata lain setiap teknologi yang digunakan dalam setiap pembangunan yang membawa dampak besar bagi perubahan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan haruslah memperhatikan faktor keselamatan dan kesehatan serta pelestarian lingkungan sehingga  kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud.


DAFTAR PUSTAKA



Soekidjo Notoatmodjo, Prof.Dr., 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta Jakarta.

Nyoman S. Kumara,  Telaah terhadap Program Percepatan Pembangunan Listrik melalui  Pembangunan PLTU Batubara 10.000 MW.

Juli Soemirat Slamet, 2002, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press.

Supartono W., Drs. MM., 2004, Ilmu Budaya Dasar, Ghalia Indonesia

Ince Raden, Dr., lr. ,MP dan kawan-kawan,  November 2010, Kajian Dampak Penambangan Batubara Terhadap Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Di Kabupaten Kutai Kartanegara,  Jakarta, Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri,

----------------, Walau Sering Didemo Warga, Pltu Cirebon Ditargetkan Beroperasi Oktober, http://www.pikiran-rakyat.com, Tribun Jabar Online, Selasa, 29 Maret 2011

-----------------, Makalah Dampak Pencemaran Lingkungan, http:// mklh8pencemaranlingkungan.blogspot.com, 19 Mei 2009

-----------------,  Pembangunan PLTU Cirebon dan  Proses Pemiskinan Masyarakat,  http://mentarikalahari.wordpress.com, 25 Juli 2008


-----------------, Batubara Mematikanwww.greenpeace.org, 19 Oktober 2010


Nanan Tribuana,Ir.,  PLTN VS PLTU untuk Energi Pembangkit Listrik di Masa Mendatang, Subdirektorat Pengawasan Lingkungan Ketenagalistrikan Ditjen LPE

Afif, Cirebon dalam Bayangan Hitam Batubara, http://www.greenpeace.org, 21 Oktober, 2010



Tidak ada komentar:

Posting Komentar